Kamis, 08 Maret 2018

STRATEGI PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN WAKAF PRODUKTIF DI YAYASAN MUSLIMIN KOTA PEKALONGAN

ini pdfnya guys wakafproduktif.pdf













































STRATEGI PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN
WAKAF PRODUKTIF DI YAYASAN MUSLIMIN
KOTA PEKALONGAN

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan untuk Memenuhi  Tugas
Mata Kuliah Metodologi Penelitian Ekonomi
Dosen pengampu : Agus Fakhrina, M.S.I

Disusun Oleh:
1.      Riris Riskowati                           2013114014
2.      Yuslika Farisiyah                      2013114140
3.      Islakhul Qonitah                         2013114193
4.      Rizki Afiyah                                2013114271
5.      Daniati Istigfaroh                       2013114340




PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017

A.      Latar Belakang Masalah
Sejak kedatangan Islam di Indonesia, keberadaan lembaga wakaf merupakan sarana dan modal yang sangat penting dalam memajukan perkembangan agama. Hal ini bisa dilihat pada kenyataan bahwa hampir semua masjid, madrasah, pesantren, dan lembaga-lembaga keagamaan dibangun di atas tanah wakaf.
Pola pelaksanaan wakaf di Indonesia sebelum adanya UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, kebanyakan orang masih menggunakan kebiasaaan kurang baik, seperti kebiasaan melakukan perbuatan hukum perwakafan tanah secara lisan atas dasar saling percaya kepada seseorang atau lembaga tertentu, kebiasaan memandang wakaf sebagai amal saleh yang mempunyai nilai mulia di hadirat Tuhan tanpa harus melalui prosedur administratif, dan harta wakaf dianggap milik Allah Swt. semata, siapa saja tidak akan berani menggangu gugat tanpa seizin Allah Swt. Selain tradisi lisan dan tingginya kepercayaan pada penerima amanah dalam melakukan wakaf, umat Islam Indonesia lebih banyak mengambil pendapat dari golongan Syafi'iyyah  yang  terkait  dengan;  ikrar  wakaf,  benda  yang  boleh diwakafkan,  peruntukan  harta wakaf,  dan  larangan  tukar  menukar  harta  wakaf (Wadjdy dkk., 2007:38).
Tradisi wakaf tersebut kemudian memunculkan berbagai fenomena yang mengakibatkan perwakafan di Indonesia tidak mengalami perkembangan yang menggembirakan untuk kepentingan masyarakat banyak. Bahkan banyak benda wakaf yang hilang atau bersengketa dengan pihak ketiga akibat tidak adanya bukti tertulis, seperti ikrar wakaf, sertifikat tanah dan lain-lain. Dari segi jenis bendanya, wakaf yang dilaksanakan oleh masyarakat Indonesia juga lebih banyak berupa tanah yang dibangun untuk keperluan masjid, mushalla, madrasah, makam. Ada juga yang berupa tanah persawahan dan perkebunan, namun karena terbatasnya kemampuan dan sempitnya pemahaman terhadap wakaf itu sendiri, mengakibatkan banyak tanah wakaf yang tidak produktif. Selain itu juga tidak kecil jumlahnya terdapat benda- benda wakaf yang justru menjadi beban para nadzirnya.
Hal di atas terjadi karena keterbatasan cakupan peraturan perundangan yang ada. Oleh karena itu peraturan perundangan perwakafan tersebut diregulasi dengan harapan perwakafan dapat diberdayakan dan dikembangkan secara lebih produktif. Regulasi peraturan perundangan perwakafan tersebut berupa Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaannya.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf merupakan kemajuan yang cukup signifikan bagi perwakafan di Indonesia. Undang-undang tersebut merupakan langkah awal bagi era baru perwakafan di Indonesia disebabakan undang-undang tersebut mengusung muatan yang dikategorikan baru bagi masyarakat Indonesia. Muatan baru itu meliputi pemahaman tentang wakaf, sistem kenadziran, dan pengelolaan yang  mengarah kepada  wakaf produktif  (Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2007:99).
Dalam rangka implementasi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam yang berada di bawah Kementrian Agama telah mengeluarkan kebijakan yang berupa program bantuan pemberdayaan wakaf produktif dengan tujuan mendorong pemanfaatan aset wakaf yang konsumtif menjadi produktif. Yayasan Muslimin Kota Pekalongan merupakan salah satu nadzir organisasi yang telah mendapatkan bantuan tersebut. Wakaf yang dikelola oleh Yayasan Muslimin akhirnya menjadi proyek percontohan wakaf produktif yang mulai digiatkan oleh Departemen Agama RI.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk membahas masalah wakaf produktif, khususnya yang akan penulis rumuskan dalam sebuah judul penelitian “STRATEGI PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN WAKAF PRODUKTIF DI YAYASAN MUSLIMIN KOTA PEKALONGAN”





B.       Pembatasan dan Perumusan Masalah
Banyak sekali hal-hal menarik dan patut dipaparkan tentang wakaf, baik dari segi pengelolaan, pengembangan maupun penyaluran. Begitu juga dari segi pendayagunaan. Mengingat keterbatasan dan agar pembahasan ini terfokus dalam satu masalah saja, maka penulis membatasi permasalahan ini dalam masalah strategi pengelolaan dan pengembangan wakaf produktif yang diaplikasikan Yayasan Muslimin.
Dari pembatasan masalah diatas, penulis kemudian merumuskan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1.      Bagaimana Strategi Pengelolaan Wakaf Produktif di Yayasan Muslimin Kota pekalongan ?
2.      Bagaimana Model Pengembangan Wakaf Produktif di Yayasan Muslimin Kota Peklaongan ?

C.      Tujuan Penelitian
Dengan melihat pokok permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1.      Untuk mengetahui bagaimana strategi pengelolaan wakaf produktif yang diterapkan Yayasan Muslimin kota Pekalongan.
2.      Untuk mengetahui bagaimana model pengembangan wakaf produktif pada Yayasan Muslimin kota Pekalongan.

D.      Kerangka Teori
1.      Pengertian Wakaf  Produktif
Kata wakaf” dalam bahasa Indonesia berasal dari kata Arab  al-waqf, yang  berarti  menahan  atau  menghentikan.  Kata  lain  yang  sering  digunakan sinonim dengan wakaf adalah al-hubus (jamaknya al-ahbas), yang berarti sesuatu yang ditahan atau dihentikan, maksudnya ditahan pokoknya dan dimanfaatkan hasilnya di jalan Allah. Kata wakaf” dalam hukum Islam mempunyai dua arti: Arti kata kerja, ialah tindakan mewakafkan, dan arti kata benda,  yaitu obyek tindakan mewakafkan.[1] Bila wakaf bermakna objek atau benda yang diwakafkan (al-mauquf bih) atau dipakai dalam pengertian  wakaf sebagai institusi seperti yang dipakai dalam perundang-undangan Mesir. Di Indonesia, istilah wakaf dapat bermakna objek yang diwakafkan atau institusi.[2] Dengan kata lain dalam arti kata benda wakaf artinya adalah benda wakaf. Bila dikatakan wakaf tidak boleh dijual artinya benda wakaf tidak boleh dijual.
Secara terminologis dalam hukum Islam, menurut definisi yang paling banyak diikuti, wakaf didefinisikan sebagai melembagakan suatu benda yang dapat diambil manfaatnya dengan menghentikan hak bertindak hukum pelaku wakaf atau lainnya terhadap benda tersebut dan menyalurkan hasilnya kepada saluran yang mubah yang ada atau untuk kepentingan sosial dan kebaikan. Kaitannya dengan kata produktif bahwa dalam ilmu manajemen terdapat satu mata kuliah yang disebut dengan manajemen produksi/operasi. Operasi atau produksi berarti proses pengubahan/transformasi input menjadi output untuk  menambah nilai atau manfaat lebih. Proses produksi berarti proses kegiatan yang berupa; pengubahan fisik, memindahkan, meminjamkan, dan menyimpan.[3]

Adapun definisi wakaf dalam PP No. 28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik bahwa wakaf perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakan selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum  lainnya  sesuai  dengan  ajaran  Islam.  Dalam  Kompilasi  Hukum  Islam (KHI) yang sederhana tetapi cukup jelas yaitu wakaf adalah perbuatan hukum seseorang, sekelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan   ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai ajaran Islam.[4]
Sedangkan dalam UU No.41 Tahun 2004 tentang Perwakafan (Pasal 1 angka 1), wakaf didefinisikan sebagai perbuatan hukum wakif untuk  memisahkan atau menyerahkan sebagian harta miliknya untuk di manfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuannya guna keperluan ibadah dan kesejahteraan umum menurut syariah. Dalam Undang-Undang tersebut tidak ada kata-kata “untuk selama-lamanya” seperti dalam definisi KHI, karena Undang- Undang ini, wakaf tidak selalu abadi, tetapi juga ada kemungkinan untuk selama waktu tertentu.
Dari beberapa perbedaan definisi di atas, meskipun dalam peratuan perundang-undangan tidak ada penyebutan kata produktif, tapi dapat dipahami bahwa makna wakaf dan wakaf produktif itu sendiri adalah menahan dzatnya benda dan memanfaatkan hasilnya atau menahan dzatnya dan menyedekahkan manfaatnya.[5] Namun, dalam pengembangan benda wakaf secara produktif tentu juga harus memperhatiakan kaidah/prinsip produksi yang Islami. Adapun kata menyejahterakan” dalam UU No.41 Tahun 2004 di atas dapat diartikan sebagai upaya para pihak (terutama pengelola wakaf) untuk meningkatkan kualitas hidup umat Islam melalui pendayagunaan obyek wakaf.[6]

2.      Dasar Hukum wakaf
Para ahli hukum Islam menyebutkan beberapa dasar hukum wakaf dalam hukum Islam yang meliputi ayat al-Quran, hadis, ijma, dan ijtihad para ahli hukum Islam serta hukum Indonesia yang mengatur tentang wakaf, yaitu sebagai berikut:
a.       Firman Allah,
Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahui
Dalam ayat ini terdapat anjuran untuk melakukan infak secara umum terhadap sebagian dari apa yang dimiliki seseorang, dan termasuk ke dalam pengertian umum infak menurut jumhur ulama adalah melalui sarana wakaf.
b.      Hadist Nabi SAW.
Dari Ibnu Umur r.a. (dilaporkan) bahwa Umar Ibn al-Khattab memperoleh sebidang tanah di Khaibar, lalu beliau datang kepada Nabi Saw untuk minta instruksi beliau tentang tanah tersebut. Katanya: Wahai Rasulullah,  saya  memperoleh  sebidang  tanah  di  Khaibar  yang  selama  ini belum pernah saya peroleh harta yang lebih berharga dari saya dari padanya. Apa instruksimu mengenai harta itu? Rasulullah bersabda: Jika engkau mau, engkau dapat menahan pokoknya (melembagakan bendanya) dan menyedekahkan  manfaatnya. [Ibnu Umar lebih lanjut] melaporkan:  Maka Umar menyedekahkan tanah itu dengan ketentuan tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Ibnu Umar berkata: Umar menyedekahkankannya kepada orang fakir, kaum kerabat, bidak belian, sabilillah, ibn sabil dan tamu. Dan tidak dilarang bagi orang yang menguasai tanah wakaf itu (mengurus) untuk makan dari hasilnya dengan cara baik (sepantasnya) atau  makan  dengan  tidak bermaksud  menumpuk harta.  [HR Bukhari].[7]
Sedekah jariah yang disebutkan dalam hadis Abu Hurairah tidak lain yang dimaksud adalah wakaf, dimana pokok bendanya tetap sedang manfaat benda yang diwakafkan itu mengalir terus (jariah=mengalir) sehingga wakif (pelaku wakaf) tetap mendapat pahala atas amalnya meskipun ia telah meninggal dunia.
c.       Dalam hukum Indonesia sumber-sumber pengaturan wakaf antara lain meliputi PP No. 28 Tahun 1977 tentang perwakafan Tanah Milik, Permendagri No. 6 tahun 1977 tentang Tata Pendaftaran Tanah mengenai Perwakafan Tanah Milik, Permenag No.1 Tahun 1978 tentang Peraturan Pelaksanaan PP No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, dan berbagai surat keputusan Menag dan Dirjen Binbaga Islam Departemen Agama, serta Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (KHI). Yang lebih penting di atas semua itu adalah Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Perwakafan. Dalam pasal 70 ditegaskan bahwa semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perwakafan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.

3.      Rukun Wakaf
Dalam hukum Islam untuk terwujudnya wakaf harus dipenuhi rukun dan syaratnya. Rukun wakaf menurut jumhur ulama ada empat, yaitu: (1) wakif, (2) benda yang diwakafkan, (3) mauquf ‘alaih (penerima wakaf/Nazir), (4) ikrar (pernyataan) wakaf. Dalam UU No. 41/2004 tentang Perwakafan (pasal 6), selain empat unsur di atas dimasukkan juga sebagai  rukun wakaf: peruntukan harta benda wakaf dan jangka waktu wakaf. Untuk orang yang berwakaf disyaratkan: (a) orang merdeka, (b) harta itu milik sempurna dari orang yang berwakaf, (c) baligh dan berakal, (d) cerdas. Wakif ialah orang, atau badan hukum yang mewakafkan benda miliknya. Adapun organisasi dan badan hukum diwakili oleh pengurusnya yang sah menurut hukum dan memenuhi ketentuan organisasi atau badan hukum untuk mewakafkan harta benda miliknya sesuai dengan ketentuan anggaran dasarnya.[8]
Benda wakaf adalah segala benda baik yang bergerak atau tidak bergerak. Benda ini disyaratkan memiliki daya tahan dan tidak habis hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam. Selain itu benda milik pelaku wakaf, bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan, dan sengketa. Dalam madzhab Hanafi benda wakaf juga dapat berupa uang, yaitu dinar dan dirham. Disini jelas bahwa uang dapat ditahan pokoknya dan diambil hasilnya,  seperti uang  yang ditempatkan dalam deposito mudharabah, misalnya; menghasilkan keuntungan yang dapat di manfaatkan tanpa menghabiskan pokoknya, sesuai dengan konsep wakaf berupa menahan pokok dan mengambil manfaat.[9]
Ikrar (pernyataan) wakaf adalah pernyataan kehendak untuk melakukan wakaf, dan harus dilakukan secara lisan dan/atau tulisan oleh wakif secara jelas dan tegas kepada nazir dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dengan disaksikan 2 orang saksi. PPAIW kemudian menuangkannya dalam bentuk ikrar wakaf. Selanjutnya adalah nazir, hal ini dapat terdiri dari perorangan, organisasi atau badan hukum. Apabila perorangan, nazir harus memenuhi syarat- syarat, berupa dewasa, sehat akal dan cakap bertindak hukum. Selain itu, dalam UU No. 41/2004 pasal 10 disyaratkan juga warga negara Indonesia, amanah, beragama Islam. Untuk nazir berupa organisasi disyaratkan bahwa pengurusnya memenuhi syarat nazir perorangan dan organisasi itu bergerak di bidang sosial.

4.      Tujuan Wakaf
Wakaf dilakukan untuk suatu tujuan tertentu yang ditetapkan oleh wakif dalam ikrar wakaf. Dalam menentukan tujuan wakaf berlaku asas kebebasan kehendak dalam batas-batas tidak bertentangan dengan hukum syariah, ketertiban umum dan kesusilaan. Secara umum pada asasnya tidak dibenarkan melakukan perubahan wakaf dari apa yang ditentukan dalam ikrar wakaf. Perubahan itu hanya dimungkinkan karena ada alasan yang lebih kuat berdasarkan prinsip istihsan.[10]
Dalam Kompilasi Hukum Islam ditegaskan bahwa pada dasarnya terhadap benda yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan atau penggunaan lain daripada yang dimaksud dalam ikrar wakaf, dan dalam UU No. 41/2004 pasal 23 ditentukan bahwa peruntukan wakaf itu dilakukan oleh wakif pada waktu membuat pernyataan ikrar wakaf. Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan tidak boleh dijadikan jaminan, disita, dijual, dihibahkan, diwariskan, ditukar atau dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya. Namun dikecualikan penggunaan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana umum tata ruang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan ketentuan syariah, dan hal ini hanya dapat dilakukan setelah mendapat izin Menteri Agama atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia.
5.      Pengelolaan dan Manajemen Wakaf
Sampai saat ini pengelolaan dan manajemen wakaf di Indonesia masih kurang maksimal. Sebagai akibatnya cukup banyak harta wakaf terlantar dalam pengelolaannya, bahkan ada harta wakaf yang hilang. Salah satu penyebabnya adalah umat Islam pada umumnya hanya mewakafkan tanah dan bangunan sekolah, dalam hal ini wakif kurang memikirkan biaya operasional sekolah, dan nazhirnya kurang profesional. Oleh karena itu, kajian mengenai manajemen pengelolaan wakaf sangat penting. Kurang berperannya wakaf dalam memberdayakan ekonomi umat di Indonesia karena wakaf tidak dikelola secara produktif. Untuk mengatasi masalah ini, wakaf harus dikelola secara produktif dengan menggunakan manajemen modern. Untuk mengelola wakaf secara produktif, ada beberapa hal yang perlu dilakukan sebelumnya. Selain memahami konsep fikih wakaf dan peraturan perundang-undangan, nazhir harus profesional dalam mengembangkan harta yang dikelolanya, apalagi jika harta wakaf tersebut berupa uang. Di samping itu, untuk mengembangkan wakaf secara nasional, diperlukan badan khusus yang mengoordinasi dan  melakukan pembinaan nazhir. Di Indonesia sudah dibentuk Badan Wakaf Indonesia.
Terdapat 3 (tiga) aspek yang harus diperhatikan daam pengelolaan wakaf secara produktif, ketiga aspek tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
a.       Aspek Kelembagaan Wakaf
Kelahiran Badan Wakaf Indonesia (BWI) merupakan perwujudan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang Nomer 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Kehadiran BWI, sebagaimana dalam Pasal 47 adalah untuk memajukan dan  mengembangkan perwakafan di Indonesia. Disini BWI merupakan lembaga independen untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia yang dalam melaksankan tugasnya bersifat bebas dari pengaruh kekuasaan manapun, serta bertanggung jawab kepada masyarakat.[11]
b.      Aspek Akuntansi
Dalam pengertian yang paling sederhana, akuntansi dapat dipahami sebagai kegiatan pencatatan kegiatan usaha bisnis, baik komersial ataupun bukan,  untuk tujuan tertentu.[12] Berdasarkan tujuan dasar dan poa operasi sebuah entitas, akuntansi dapat dipilah menjadi dua, yaitu; Pertama, akuntansi untuk organisasi yang bermotifkan mencari laba (profit oriented organization), ini  biasanya diwakili oleh perusahaan-perusahaan komersial, baik yang bersifat  menjual jasa, perdagangan, dan perusahaan manufaktur. Kedua, akuntansi untuk organisasi nirbala (non-profit oriented organizaation), ini diwakili oleh organisasi pemerintahan di segala tingkatan (pusat, propinsi, kabupaten, dan seterusnya), lembaga pendidikan, organisasi massa dan sosial kemasyarakatan,   termasuk organisasi dan badan hukum yang banyak mengelola kekayaan wakaf.
c.       Aspek Auditing
Auditing dalam bahasa Indonesia biasanya diartikan sebagai pemeriksaan dan secara harfiah yaitu bahwa pihak tertentu melaporkan secara terbuka tugas atau amanah yang diberikan kepadanya, dan pihak yang memberi amanah mendengarkan. Jadi, ini merupakan manifestasi pertanggung jawaban pihak tertentu yang diberi tanggung jawab kepada pihak yang memberi amanah. Dalam kontek lembaga wakaf secara umum dibentuk dan didirikan adalah mengelola sebuah atau sejumlah kekayaan wakaf, agar manfaat maksimalnya dapat dicapai untuk kesejahteraan umat umumnya, dan menolong mereka yang kurang mampu. Dalam proses auditing harus tidak melanggar asas-asas syariah, walau sementara ini tujuan dan prosudur auditing secara konvensional dapat dipakai. Namun, disini diperlukan segera upaya untuk melakukan penyempurnaan agar bagian-bagian yang tidak islami dapat dikurangi.

6.      Pengembangan Benda Wakaf Secara Produktif
Kesadaran masyarakat untuk mengamalkan tingkat religiusitasnya dengan cara wakaf memang cukup tinggi. Namun sayangnya, banyak aset wakaf yang tingkat pendayagunaannya stagnan, dan tidak sedikit yang tidak berkembang sama sekali. Penyebabnya adalah umat Islam pada umumnya mewakafkan tanah, namun kurang memikirkan biaya operasional sekolah, sehingga yang harus dilakukan adalah pengembangan wakaf produktif untuk mengatasi hal tersebut.
Pilihan menganut manajemen modern menjadi niscaya dan harus dilakukan serta kelaziman bahwa harta benda wakaf adalah hanya harta benda tak bergerak harus segera diubah bahwa harta benda wakaf bergerak juga bisa diwakafkan dan potensial untuk dikembangkan. Keterikatan dengan pemahaman yang diyakini dan kualitas nadzir yang tidak futuristik dalam mengelola aset wakaf menyebabkan potensi harta wakaf tidak berkembang semestinya. Terkait dengan itu, hal yang harus dilakukan pertama adalah manajemen kenadziran dan profesionalitas nadzir, baik mengenai (a) kredibilitas terkait dengan kejujuran, (b) profesionalitas terkait dengan kapabilitas, maupun (c) kompensasi terkait dengan upah pendayagunan sebagai implikasi profesionalitasnya, yang kedua adalah peruntukan aset wakaf. Kemungkinan alih fungsi (merubah peruntukan) dan relokasi menjadi kemestian yang harus dilakukan untuk pengembangan aset wakaf yang boleh jadi juga terpengaruh oleh mekanisme pasar yang mempengaruhi kebutuhan peruntukan aset wakaf agar lebih produktif.
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dilakukan secara produktif dapat dilakukan dengan berbagai cara. Kategori produktif yang dapat dilakukan antara lain: cara pengumpulan, investasi, penanaman modal, produksi, kemitraan, perdagangan, agrobisnis, pertambangan, perindustrian, pengembangan teknologi, pembangunan gedung, apartemen, rumah susun, pasar swalayan, pertokoan, perkantoran, sarana pendidikan, sarana kesehatan, usaha- usaha yang tidak bertentangan dengan syariah.
Dalam hal pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf diperlukan penjamin, maka diperlukan lembaga penjamin syariah. Lembaga tersebut adalah badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan penjamin atas suatu kegiatan usaha yang dapat dilakukan antara lain melalui skim asuransi syariah atau skim lainnya sesuai dengan  ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.



E.       Tinjauan Pustaka
Wakaf produktif telah dikaji oleh beberapa peneliti, Jaih Mubarok dalam bukunya yang berjudul Wakaf Produktif memaparkan tentang berbagai bentuk wakaf produktif  di  antaranya  wakaf  satuan  rumah  susun,  wakaf  hak  atas  kekayaan intelektual, wakaf uang dan surat-surat berharga. Direktorat Pemberdayaan Wakaf Departemen Agama menerbitkan buku dengan judul Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis di Indonesia. Buku ini menjelaskan bahwa wakaf di Indonesia memiliki potentsi dan peluang besar untuk dikelola secara produktif di samping memiliki beberapa hambatan dan tantangan. Oleh karena itu agar tanah wakaf bisa diberdayakan secara produktif diperlukan perencanaan progam, baik jangka pendek, menengah, maupun jengka panjang. Sementara Mundzir Qahf dalam bukunya yang berjudul Manajemen Wakaf Produktif, memaparkan perlunya mengembangkan wakaf secara produktif. Menurutnya  wakaf  produktif  dapat dikelola oleh pemerintah, badan hukum, atau perorangan yang telah diangkat oleh hakim. Adapun Suyono dkk meneliti tentang wakaf produktif di Indonesia dengan mengabil  lokasi  Pondok  modern  Gontor  tahun 1958-2005. Hasil penelitiannya adalah bahwa Ikatan Keluarga pondok Moderen (IKPM) Gontor telah sukses mengelola asset-aset wakaf secara produktif.

F.       METODE PENELITIAN
1.      Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis  penelitian  ini  adalah  penelitian  lapangan  (field  research).  Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dipilih atas dasar pertimbangan bahwa apa yang akan diteliti menyangkut pengungkapan fenomena sosial yang sangat beragam. Dalam kaitan ini penelitian ini berusaha mengungkapkan alasan-alasan (reasons) yang tersembunyi di balik tindakan para pelaku sosial, atau bermuara kepada makna sosial (social meaning) dari suatu fenomena sosial (Bungin, 2004:29). Obyek penelitian ini adalah Yayasan Muslimin Kota Pekalongan, dalam hal ini bagaimana Yayasan ini dalam mengelola dan mengembangkan wakaf produktif.
2.      Teknik Pengumpulan Data
a.       Teknik Observasi
Teknik observasi dilakukan untuk mengamati, mencatat, dan memotret segala sesuatu yang berkaitan dengan pengelolaan dan pengembangan wakaf di Yayasan Muslimin kota Pekalongan.
b.      Teknik Wawancara
Teknik wawancara dilakukan secara terbuka untuk menggali berbagai macam informasi yang berkaitan dengan tema terkait. Wawancara ini dilakukan terhadap ketua Yayasan, nazhir, dan karyawan yang bekerja di Yayasan tersebut.
c.       Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi dilakukan untuk mengungkap data-data yang tersimpan dalam dokumen, untuk menggali data-data yang tidak dapat diperoleh melalui observasi dan wawancara, atau untuk melengkapi dan memperkuat data-data yang diperoleh dari penggunaan teknik observasi dan wawancara. dokumentasi digunakan untuk mengkaji data-data wakaf  yang ada di Yayasan Muslimin yang berupa buku, brosur, agenda, sertifikat dan lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan wakaf Yayasan Muslimin.

3.      Teknik Analisis Data
Data-data yang telah diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan analisis induktif-deskriptif. Analisis induktif dilakukan dengan cara mengumpulkan fakta-fakta yang terpisah, kemudian fakta-fakta tersebut disimpulkan dan diorganisasikan menjadi sebuah rangkaian fakta yang padu. Analisis deskriptif dilakukan dengan menggambarkan secara lengkap hasil analisis induktif di atas secara tertulis dengan memperhatikan kaidah bahasa  yang benar dan pilihan kata yang mudah difahami (Suyono et al., 2007:11).



DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Syamsul. Studi Hukum Islam Kontemporer; cet ke-1. Jakarta: RM Books. 2007.

Mubarok, Jaih. Wakaf Produktif. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 2008.

Muslim. Shahih Muslim. Mesir: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, t.t. Juz 8.

Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf, DEPAG RI DIREKTORAT JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM DIREKTORAT PEMBERDAYAAN WAKAF TAHUN, 2006.

S. Praja, Juhaya. Perwakafan di Indonesia: Sejarah, Pemikiran, Hukum dan Perkembangannya, Bandung: Yayasan Piara, 1995.

Soemita, Andri. Bank & Lembaga Keuangan Syariah, cet ke-2. Jakarta: Kencana, 2010.

Zahrah, Abu. Muhadharat fi al-Waqf. Beirut: Dar al-Fikr al-‘Arabi. 1971.







[1] Syamsul Anwar, “Studi Hukum Islam Kontemporer”, cet ke-1, (Jakarta: RM Books, 2007 ), hal. 76
[2] Juhaya S. Praja, “Perwakafan di Indonesia: Sejarah, Pemikiran, Hukum dan Perkembangannya”, (Bandung: Yayasan Piara, 1995), hal.6
[3] Jaih Mubarok, Wakaf Produktif”, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008), hal. 15
[4] Lihat KHI pasal 215 ayat (1)
[5] Abu Zahrah, Muhadharat fi al-Waqf”, (Beirut: Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1971), hal. 41.
[6] Jaih Mubarok, Wakaf Produktif”,hal. 27.
[7] Muslim, Shahih Muslim”, (Mesir: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, t.t), Juz 8, hal. 407.
[8] KHI pasal 215 ayat (2) dan 217 ayat (1).
[9] Syamsul Anwar, Studi Hukum Islam Kontemporer”, hal. 81.
[10]  Syamsul Anwar, Studi Hukum Islam Kontemporer”, hal. 82.
[11] Andri Soemita, Bank & Lembaga Keuangan Syariah”, hal. 445.
[12] Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf oleh DEPAG RI DIREKTORAT JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM DIREKTORAT PEMBERDAYAAN WAKAF TAHUN 2006, hal. 105-106.

1 komentar:

  1. KABAR BAIK!!!

    Nama saya Lady Mia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman agar sangat berhati-hati, karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirim dokumen perjanjian palsu kepada Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran di muka, tetapi mereka adalah penipu , karena mereka kemudian akan meminta pembayaran biaya lisensi dan biaya transfer, jadi berhati-hatilah terhadap Perusahaan Pinjaman yang curang itu.

    Perusahaan pinjaman yang nyata dan sah, tidak akan menuntut pembayaran konstan dan mereka tidak akan menunda pemrosesan transfer pinjaman, jadi harap bijak.

    Beberapa bulan yang lalu saya tegang secara finansial dan putus asa, saya telah ditipu oleh beberapa pemberi pinjaman online, saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan menggunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman yang sangat andal bernama Ms. Cynthia, yang meminjamkan saya pinjaman tanpa jaminan sebesar Rp800,000,000 (800 juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa konstan pembayaran atau tekanan dan tingkat bunga hanya 2%.

    Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya terapkan dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.

    Karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik jika dia membantu saya dengan pinjaman, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman dengan mudah tanpa stres atau penipuan

    Jadi, jika Anda memerlukan pinjaman apa pun, silakan hubungi dia melalui email nyata: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan atas karunia Allah, ia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda mematuhi perintahnya.

    Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan Sety yang memperkenalkan dan memberi tahu saya tentang Ibu Cynthia, ini emailnya: arissetymin@gmail.com

    Yang akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran cicilan pinjaman saya yang akan saya kirim langsung ke rekening perusahaan setiap bulan.

    Sepatah kata cukup untuk orang bijak.

    BalasHapus

BUKALAH

MATERIAL HANDLING

MATERIAL HANDLING DAN TIPE TIEP LAYOUT SERTA PENENTUAN LAYOUT SECARA MAKSIMAL  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah M...