STRATEGI PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN
WAKAF
PRODUKTIF DI YAYASAN MUSLIMIN
KOTA
PEKALONGAN
PROPOSAL
PENELITIAN
Diajukan untuk Memenuhi
Tugas
Mata Kuliah Metodologi Penelitian Ekonomi
Dosen pengampu : Agus Fakhrina, M.S.I
Disusun Oleh:
1.
Riris Riskowati 2013114014
2. Yuslika Farisiyah 2013114140
3. Islakhul Qonitah 2013114193
4.
Rizki Afiyah 2013114271
5.
Daniati Istigfaroh 2013114340
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017
A.
Latar Belakang Masalah
Sejak kedatangan Islam di Indonesia, keberadaan lembaga wakaf
merupakan sarana dan modal yang sangat penting dalam memajukan perkembangan
agama. Hal ini bisa dilihat pada kenyataan bahwa hampir semua masjid, madrasah,
pesantren, dan lembaga-lembaga keagamaan dibangun di atas tanah wakaf.
Pola pelaksanaan wakaf di Indonesia sebelum adanya UU No. 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah No. 28
Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, kebanyakan orang masih menggunakan
kebiasaaan kurang baik, seperti kebiasaan melakukan perbuatan hukum perwakafan
tanah secara lisan atas dasar saling percaya kepada seseorang atau lembaga
tertentu, kebiasaan memandang wakaf sebagai amal saleh yang mempunyai nilai
mulia di hadirat Tuhan tanpa harus melalui prosedur administratif, dan harta
wakaf dianggap milik Allah Swt. semata, siapa saja tidak akan berani menggangu
gugat tanpa seizin Allah Swt. Selain tradisi lisan dan tingginya kepercayaan
pada penerima amanah dalam melakukan wakaf, umat Islam Indonesia lebih banyak
mengambil pendapat dari golongan Syafi'iyyah
yang terkait dengan;
ikrar wakaf, benda
yang boleh diwakafkan, peruntukan
harta wakaf, dan larangan
tukar menukar harta
wakaf (Wadjdy dkk., 2007:38).
Tradisi wakaf tersebut kemudian memunculkan berbagai fenomena yang
mengakibatkan perwakafan di Indonesia tidak mengalami perkembangan yang menggembirakan
untuk kepentingan masyarakat banyak. Bahkan banyak benda wakaf yang hilang atau
bersengketa dengan pihak ketiga akibat tidak adanya bukti tertulis, seperti
ikrar wakaf, sertifikat tanah dan lain-lain. Dari segi jenis bendanya, wakaf
yang dilaksanakan oleh masyarakat Indonesia juga lebih banyak berupa tanah yang
dibangun untuk keperluan masjid, mushalla, madrasah, makam. Ada juga yang
berupa tanah persawahan dan perkebunan, namun karena terbatasnya kemampuan dan
sempitnya pemahaman terhadap wakaf itu sendiri, mengakibatkan banyak tanah
wakaf yang tidak produktif. Selain itu juga tidak kecil jumlahnya terdapat
benda- benda wakaf yang justru menjadi beban para nadzirnya.
Hal di atas terjadi karena keterbatasan cakupan peraturan
perundangan yang ada. Oleh karena itu peraturan perundangan perwakafan tersebut
diregulasi dengan harapan perwakafan dapat diberdayakan dan dikembangkan secara
lebih produktif. Regulasi peraturan perundangan perwakafan tersebut berupa
Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor
42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaannya.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf merupakan kemajuan
yang cukup signifikan bagi perwakafan di Indonesia. Undang-undang tersebut
merupakan langkah awal bagi era baru perwakafan di Indonesia disebabakan
undang-undang tersebut mengusung muatan yang dikategorikan baru bagi masyarakat
Indonesia. Muatan baru itu meliputi pemahaman tentang wakaf, sistem kenadziran,
dan pengelolaan yang mengarah
kepada wakaf produktif (Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2007:99).
Dalam rangka implementasi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam yang berada di bawah
Kementrian Agama telah mengeluarkan kebijakan yang berupa program bantuan
pemberdayaan wakaf produktif dengan tujuan mendorong pemanfaatan aset wakaf
yang konsumtif menjadi produktif. Yayasan Muslimin Kota Pekalongan merupakan
salah satu nadzir organisasi yang telah mendapatkan bantuan tersebut. Wakaf
yang dikelola oleh Yayasan Muslimin akhirnya menjadi proyek percontohan wakaf
produktif yang mulai digiatkan oleh Departemen Agama RI.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk
membahas masalah wakaf produktif, khususnya yang akan penulis rumuskan dalam
sebuah judul penelitian “STRATEGI PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN WAKAF PRODUKTIF
DI YAYASAN MUSLIMIN KOTA PEKALONGAN”
B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah
Banyak sekali hal-hal menarik dan patut dipaparkan tentang wakaf,
baik dari segi pengelolaan, pengembangan maupun penyaluran. Begitu juga dari
segi pendayagunaan. Mengingat keterbatasan dan agar pembahasan ini terfokus
dalam satu masalah saja, maka penulis membatasi permasalahan ini dalam masalah
strategi pengelolaan dan pengembangan wakaf produktif yang diaplikasikan
Yayasan Muslimin.
Dari pembatasan masalah diatas, penulis kemudian merumuskan
beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1.
Bagaimana Strategi Pengelolaan Wakaf Produktif di Yayasan Muslimin
Kota pekalongan ?
2.
Bagaimana Model Pengembangan Wakaf Produktif di Yayasan Muslimin
Kota Peklaongan ?
C.
Tujuan Penelitian
Dengan melihat pokok permasalahan diatas, maka tujuan penelitian
ini adalah :
1.
Untuk mengetahui bagaimana strategi pengelolaan wakaf produktif
yang diterapkan Yayasan Muslimin kota Pekalongan.
2.
Untuk mengetahui bagaimana model pengembangan wakaf produktif pada
Yayasan Muslimin kota Pekalongan.
D.
Kerangka Teori
1.
Pengertian Wakaf Produktif
Kata “wakaf” dalam bahasa Indonesia berasal dari kata Arab
al-waqf,
yang berarti menahan atau
menghentikan. Kata
lain
yang sering digunakan
sinonim dengan wakaf adalah al-hubus (jamaknya al-ahbas), yang
berarti sesuatu yang ditahan atau dihentikan, maksudnya ditahan pokoknya dan dimanfaatkan hasilnya di jalan Allah. Kata “wakaf”
dalam hukum Islam mempunyai dua arti: Arti kata kerja, ialah tindakan mewakafkan, dan arti kata benda, yaitu obyek
tindakan mewakafkan.[1]
Bila wakaf bermakna objek atau benda yang
diwakafkan (al-mauquf bih) atau dipakai dalam pengertian wakaf sebagai institusi seperti yang dipakai dalam perundang-undangan Mesir. Di Indonesia,
istilah wakaf dapat
bermakna objek yang
diwakafkan atau institusi.[2] Dengan kata lain dalam arti kata benda
wakaf
artinya adalah benda wakaf. Bila dikatakan wakaf tidak boleh
dijual
artinya benda wakaf tidak boleh dijual.
Secara terminologis dalam hukum Islam, menurut definisi yang paling
banyak
diikuti, wakaf didefinisikan
sebagai “melembagakan suatu benda yang dapat diambil manfaatnya dengan menghentikan
hak bertindak hukum pelaku
wakaf
atau lainnya
terhadap benda
tersebut dan menyalurkan hasilnya kepada saluran yang mubah yang ada atau untuk kepentingan sosial dan kebaikan”. Kaitannya dengan kata “produktif” bahwa dalam ilmu manajemen
terdapat satu mata kuliah yang
disebut dengan manajemen
produksi/operasi. Operasi atau produksi berarti proses
pengubahan/transformasi input
menjadi output untuk menambah
nilai atau manfaat lebih. Proses produksi berarti proses kegiatan yang berupa; pengubahan
fisik, memindahkan, meminjamkan,
dan menyimpan.[3]
Adapun definisi wakaf dalam PP No. 28 Tahun 1977 tentang
perwakafan tanah milik bahwa wakaf “perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang
memisahkan sebagian harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan
melembagakan selama-lamanya untuk kepentingan
peribadatan atau
kepentingan
umum lainnya sesuai dengan
ajaran Islam”. Dalam Kompilasi Hukum Islam
(KHI) yang sederhana tetapi cukup jelas yaitu “wakaf adalah perbuatan
hukum seseorang, sekelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian
dari benda miliknya dan
melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau
keperluan umum
lainnya
sesuai ajaran
Islam.[4]
Sedangkan dalam UU No.41 Tahun 2004 tentang Perwakafan (Pasal 1 angka 1),
wakaf didefinisikan sebagai “perbuatan hukum wakif untuk
memisahkan atau
menyerahkan sebagian
harta
miliknya
untuk di manfaatkan selamanya
atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuannya guna
keperluan ibadah dan
kesejahteraan umum menurut syariah.” Dalam Undang-Undang tersebut tidak ada
kata-kata “untuk selama-lamanya” seperti dalam definisi KHI, karena Undang-
Undang ini, wakaf tidak selalu abadi, tetapi juga ada kemungkinan untuk selama
waktu tertentu.
Dari beberapa
perbedaan definisi di atas, meskipun dalam peratuan
perundang-undangan tidak ada penyebutan kata produktif, tapi dapat dipahami bahwa
makna wakaf dan wakaf
produktif itu sendiri adalah menahan dzatnya
benda dan memanfaatkan hasilnya atau menahan dzatnya
dan menyedekahkan
manfaatnya.[5]
Namun, dalam pengembangan benda wakaf secara produktif tentu
juga harus memperhatiakan kaidah/prinsip produksi yang Islami. Adapun kata
“menyejahterakan”
dalam UU No.41 Tahun 2004 di atas dapat diartikan sebagai upaya para pihak (terutama
pengelola wakaf) untuk meningkatkan kualitas
hidup umat Islam melalui pendayagunaan obyek wakaf.[6]
2.
Dasar
Hukum wakaf
Para ahli hukum Islam menyebutkan beberapa dasar hukum wakaf dalam hukum Islam yang meliputi ayat al-Qur’an, hadis, ijma’, dan ijtihad para ahli hukum Islam serta hukum Indonesia yang mengatur tentang
wakaf, yaitu sebagai
berikut:
a.
Firman
Allah,
Kamu
sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan
maka sesungguhnya Allah mengetahui
Dalam ayat ini terdapat anjuran untuk melakukan infak secara umum terhadap sebagian dari apa yang dimiliki seseorang, dan termasuk ke dalam
pengertian umum infak menurut
jumhur ulama adalah melalui
sarana wakaf.
b.
Hadist Nabi SAW.
Dari Ibnu Umur r.a. (dilaporkan)
bahwa ‘Umar Ibn al-Khattab
memperoleh sebidang tanah
di Khaibar, lalu beliau
datang kepada Nabi Saw untuk minta instruksi beliau
tentang tanah tersebut. Katanya:
Wahai Rasulullah, saya
memperoleh sebidang
tanah
di
Khaibar
yang selama
ini
belum pernah saya peroleh
harta yang lebih berharga
dari saya dari padanya.
Apa instruksimu mengenai harta itu? Rasulullah bersabda: Jika engkau mau,
engkau
dapat menahan pokoknya (melembagakan
bendanya) dan menyedekahkan manfaatnya. [Ibnu Umar lebih lanjut] melaporkan: Maka Umar menyedekahkan tanah itu dengan ketentuan tidak
boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Ibnu Umar berkata:
Umar menyedekahkankannya kepada orang fakir, kaum kerabat, bidak belian, sabilillah, ibn
sabil dan tamu. Dan tidak dilarang bagi orang yang menguasai tanah wakaf itu (mengurus)
untuk makan dari hasilnya dengan cara baik (sepantasnya) atau
makan dengan
tidak bermaksud menumpuk harta.
[HR Bukhari].[7]
Sedekah jariah yang disebutkan dalam hadis Abu Hurairah tidak lain
yang dimaksud adalah wakaf, dimana pokok bendanya tetap sedang
manfaat
benda yang
diwakafkan itu mengalir terus (jariah=mengalir) sehingga wakif
(pelaku wakaf) tetap mendapat pahala atas amalnya meskipun
ia telah meninggal
dunia.
c.
Dalam hukum Indonesia sumber-sumber pengaturan wakaf antara lain
meliputi PP No. 28 Tahun 1977 tentang perwakafan Tanah Milik, Permendagri No. 6
tahun 1977 tentang Tata Pendaftaran Tanah mengenai Perwakafan Tanah Milik,
Permenag No.1 Tahun 1978 tentang Peraturan Pelaksanaan PP No. 28 Tahun 1977
tentang Perwakafan Tanah Milik, dan berbagai surat keputusan Menag
dan
Dirjen Binbaga Islam Departemen Agama, serta Kompilasi Hukum
Islam di Indonesia (KHI). Yang
lebih penting di atas semua itu adalah Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Perwakafan.
Dalam
pasal 70 ditegaskan bahwa semua peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai perwakafan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang
baru
berdasarkan Undang-Undang ini.
3.
Rukun Wakaf
Dalam hukum Islam untuk terwujudnya wakaf harus
dipenuhi rukun dan
syaratnya. Rukun wakaf menurut jumhur ulama
ada
empat, yaitu: (1) wakif, (2) benda yang
diwakafkan, (3)
mauquf ‘alaih (penerima wakaf/Nazir), (4) ikrar
(pernyataan) wakaf. Dalam UU No. 41/2004 tentang Perwakafan (pasal 6), selain
empat unsur di atas dimasukkan juga sebagai rukun wakaf: peruntukan harta benda wakaf dan jangka waktu wakaf. Untuk orang yang
berwakaf disyaratkan:
(a)
orang merdeka, (b) harta itu milik sempurna dari orang yang
berwakaf, (c) baligh
dan berakal, (d) cerdas.
Wakif
ialah orang,
atau badan hukum
yang mewakafkan benda
miliknya. Adapun organisasi dan badan hukum diwakili oleh
pengurusnya yang sah menurut hukum dan memenuhi ketentuan organisasi atau badan hukum untuk mewakafkan harta benda miliknya
sesuai dengan ketentuan anggaran
dasarnya.[8]
Benda wakaf adalah segala benda baik yang bergerak atau tidak bergerak. Benda ini
disyaratkan memiliki daya
tahan dan tidak habis hanya
sekali pakai dan
bernilai menurut ajaran Islam.
Selain itu benda milik pelaku wakaf, bebas dari
segala
pembebanan, ikatan, sitaan, dan sengketa.
Dalam madzhab Hanafi benda wakaf juga
dapat berupa uang, yaitu dinar
dan dirham. Disini jelas bahwa uang dapat ditahan pokoknya dan diambil
hasilnya,
seperti uang yang ditempatkan dalam deposito mudharabah, misalnya; menghasilkan keuntungan
yang dapat
di manfaatkan
tanpa menghabiskan
pokoknya, sesuai dengan konsep wakaf berupa menahan pokok dan mengambil manfaat.[9]
Ikrar (pernyataan)
wakaf adalah pernyataan kehendak untuk
melakukan wakaf, dan harus dilakukan secara lisan dan/atau tulisan oleh wakif secara
jelas
dan
tegas kepada
nazir dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf
(PPAIW)
dengan disaksikan 2 orang
saksi. PPAIW kemudian
menuangkannya dalam
bentuk ikrar wakaf.
Selanjutnya
adalah
nazir,
hal
ini dapat terdiri dari
perorangan,
organisasi atau badan hukum. Apabila perorangan, nazir harus memenuhi syarat- syarat, berupa dewasa, sehat akal dan cakap bertindak hukum. Selain itu, dalam UU No. 41/2004 pasal 10 disyaratkan juga warga negara Indonesia, amanah, beragama Islam. Untuk nazir berupa organisasi disyaratkan bahwa pengurusnya
memenuhi syarat nazir perorangan dan organisasi itu bergerak di bidang sosial.
4.
Tujuan Wakaf
Wakaf dilakukan untuk suatu tujuan tertentu yang
ditetapkan oleh wakif dalam ikrar
wakaf.
Dalam menentukan tujuan wakaf berlaku asas kebebasan
kehendak dalam batas-batas tidak bertentangan
dengan hukum
syariah,
ketertiban
umum dan kesusilaan. Secara umum pada
asasnya tidak dibenarkan melakukan perubahan wakaf dari apa yang ditentukan dalam ikrar wakaf. Perubahan itu hanya dimungkinkan karena ada alasan yang lebih
kuat berdasarkan prinsip
istihsan.[10]
Dalam Kompilasi Hukum Islam ditegaskan bahwa
pada dasarnya terhadap
benda yang
telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan atau penggunaan lain daripada yang dimaksud
dalam ikrar wakaf,
dan
dalam UU No. 41/2004 pasal 23 ditentukan
bahwa peruntukan wakaf itu dilakukan oleh wakif pada
waktu membuat pernyataan ikrar wakaf. Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan
tidak boleh dijadikan jaminan, disita, dijual, dihibahkan, diwariskan, ditukar atau
dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya. Namun dikecualikan penggunaan untuk
kepentingan umum sesuai dengan rencana umum tata ruang
berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan
dengan ketentuan syariah, dan hal ini hanya dapat dilakukan setelah mendapat izin
Menteri Agama atas persetujuan Badan
Wakaf Indonesia.
5.
Pengelolaan
dan Manajemen
Wakaf
Sampai saat ini pengelolaan dan manajemen wakaf
di Indonesia
masih kurang maksimal. Sebagai akibatnya cukup banyak harta wakaf terlantar dalam
pengelolaannya, bahkan ada harta
wakaf yang hilang. Salah satu penyebabnya adalah umat Islam pada
umumnya hanya
mewakafkan tanah dan bangunan sekolah, dalam hal ini wakif kurang memikirkan biaya operasional sekolah, dan
nazhirnya kurang profesional.
Oleh karena itu,
kajian mengenai
manajemen pengelolaan wakaf
sangat penting. Kurang berperannya wakaf dalam memberdayakan ekonomi umat di Indonesia karena wakaf tidak dikelola
secara produktif. Untuk
mengatasi masalah ini, wakaf harus
dikelola secara produktif dengan menggunakan manajemen modern. Untuk mengelola wakaf secara
produktif, ada beberapa hal yang
perlu dilakukan sebelumnya. Selain memahami
konsep fikih wakaf
dan peraturan perundang-undangan, nazhir harus profesional
dalam mengembangkan harta yang dikelolanya, apalagi jika harta wakaf tersebut
berupa uang. Di samping itu, untuk mengembangkan wakaf secara nasional, diperlukan badan khusus yang mengoordinasi dan
melakukan pembinaan nazhir.
Di Indonesia sudah dibentuk
Badan
Wakaf Indonesia.
Terdapat
3 (tiga) aspek yang harus diperhatikan daam
pengelolaan wakaf secara produktif, ketiga aspek
tersebut
akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Aspek
Kelembagaan
Wakaf
Kelahiran Badan
Wakaf Indonesia (BWI) merupakan perwujudan
amanat yang digariskan dalam Undang-Undang Nomer 41 Tahun 2004 tentang
wakaf. Kehadiran BWI, sebagaimana dalam Pasal 47 adalah
untuk memajukan
dan mengembangkan perwakafan
di Indonesia. Disini BWI merupakan
lembaga independen untuk
mengembangkan perwakafan di Indonesia yang
dalam melaksankan tugasnya bersifat bebas dari pengaruh
kekuasaan manapun, serta bertanggung jawab kepada masyarakat.[11]
b. Aspek
Akuntansi
Dalam pengertian yang paling sederhana, akuntansi dapat dipahami sebagai kegiatan pencatatan kegiatan usaha
bisnis, baik komersial ataupun bukan,
untuk
tujuan
tertentu.[12]
Berdasarkan tujuan dasar dan poa operasi sebuah entitas, akuntansi dapat
dipilah menjadi dua, yaitu; Pertama, akuntansi untuk organisasi yang bermotifkan
mencari laba (profit oriented organization), ini biasanya diwakili oleh perusahaan-perusahaan
komersial, baik yang bersifat menjual
jasa, perdagangan, dan perusahaan manufaktur. Kedua, akuntansi untuk
organisasi nirbala (non-profit oriented organizaation), ini diwakili oleh
organisasi pemerintahan di segala tingkatan (pusat, propinsi, kabupaten, dan
seterusnya), lembaga pendidikan, organisasi massa dan sosial
kemasyarakatan, termasuk organisasi dan
badan hukum yang banyak mengelola kekayaan wakaf.
c. Aspek Auditing
Auditing dalam bahasa
Indonesia biasanya diartikan sebagai pemeriksaan dan secara harfiah yaitu bahwa
pihak tertentu melaporkan secara terbuka tugas atau amanah yang diberikan
kepadanya, dan pihak yang memberi amanah mendengarkan. Jadi, ini merupakan
manifestasi pertanggung jawaban pihak tertentu yang diberi tanggung jawab kepada
pihak yang memberi amanah. Dalam kontek lembaga wakaf secara umum dibentuk dan
didirikan adalah mengelola sebuah atau sejumlah kekayaan wakaf, agar manfaat
maksimalnya dapat dicapai untuk kesejahteraan umat umumnya, dan menolong mereka
yang kurang mampu. Dalam proses auditing harus tidak melanggar asas-asas
syariah, walau sementara ini tujuan dan prosudur auditing secara konvensional
dapat dipakai. Namun, disini diperlukan segera upaya untuk melakukan
penyempurnaan agar bagian-bagian yang tidak islami dapat dikurangi.
6.
Pengembangan
Benda Wakaf Secara Produktif
Kesadaran masyarakat untuk mengamalkan tingkat
religiusitasnya dengan cara wakaf memang cukup tinggi. Namun sayangnya, banyak
aset wakaf yang tingkat pendayagunaannya stagnan, dan tidak sedikit yang tidak berkembang
sama sekali. Penyebabnya adalah umat Islam pada umumnya mewakafkan tanah, namun
kurang memikirkan biaya operasional sekolah, sehingga yang harus dilakukan
adalah pengembangan wakaf produktif untuk mengatasi hal tersebut.
Pilihan menganut manajemen modern menjadi
niscaya dan harus dilakukan serta kelaziman bahwa harta benda wakaf adalah
hanya harta benda tak bergerak harus segera diubah bahwa harta benda wakaf
bergerak juga bisa diwakafkan dan potensial untuk dikembangkan. Keterikatan
dengan pemahaman yang diyakini dan kualitas nadzir yang tidak futuristik dalam
mengelola aset wakaf menyebabkan potensi harta wakaf tidak berkembang
semestinya. Terkait dengan itu, hal yang harus dilakukan pertama adalah
manajemen kenadziran dan profesionalitas nadzir, baik mengenai (a) kredibilitas
terkait dengan kejujuran, (b) profesionalitas terkait dengan kapabilitas,
maupun (c) kompensasi terkait dengan upah pendayagunan sebagai implikasi
profesionalitasnya, yang kedua adalah peruntukan aset wakaf. Kemungkinan alih
fungsi (merubah peruntukan) dan relokasi menjadi kemestian yang harus dilakukan
untuk pengembangan aset wakaf yang boleh jadi juga terpengaruh oleh mekanisme
pasar yang mempengaruhi kebutuhan peruntukan aset wakaf agar lebih produktif.
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
dilakukan secara produktif dapat dilakukan dengan berbagai cara. Kategori
produktif yang dapat dilakukan antara lain: cara pengumpulan, investasi,
penanaman modal, produksi, kemitraan, perdagangan, agrobisnis, pertambangan, perindustrian,
pengembangan teknologi, pembangunan gedung, apartemen, rumah susun, pasar
swalayan, pertokoan, perkantoran, sarana pendidikan, sarana kesehatan, usaha-
usaha yang tidak bertentangan dengan syariah.
Dalam hal pengelolaan dan pengembangan harta benda
wakaf diperlukan penjamin, maka diperlukan lembaga penjamin syariah. Lembaga
tersebut adalah badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan penjamin atas suatu
kegiatan usaha yang dapat dilakukan antara lain melalui skim asuransi syariah
atau skim lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
E.
Tinjauan Pustaka
Wakaf
produktif telah dikaji oleh beberapa peneliti, Jaih Mubarok dalam bukunya yang
berjudul Wakaf Produktif memaparkan tentang berbagai bentuk wakaf
produktif di antaranya
wakaf satuan rumah
susun, wakaf hak
atas kekayaan intelektual, wakaf
uang dan surat-surat berharga. Direktorat Pemberdayaan Wakaf Departemen Agama
menerbitkan buku dengan judul Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif
Strategis di Indonesia. Buku ini menjelaskan bahwa wakaf di Indonesia memiliki
potentsi dan peluang besar untuk dikelola secara produktif di samping memiliki
beberapa hambatan dan tantangan. Oleh karena itu agar tanah wakaf bisa
diberdayakan secara produktif diperlukan perencanaan progam, baik jangka
pendek, menengah, maupun jengka panjang. Sementara Mundzir Qahf dalam bukunya
yang berjudul Manajemen Wakaf Produktif, memaparkan perlunya mengembangkan
wakaf secara produktif. Menurutnya
wakaf produktif dapat dikelola oleh pemerintah, badan hukum,
atau perorangan yang telah diangkat oleh hakim. Adapun Suyono dkk meneliti
tentang wakaf produktif di Indonesia dengan mengabil lokasi
Pondok modern Gontor
tahun 1958-2005. Hasil penelitiannya adalah bahwa Ikatan Keluarga pondok
Moderen (IKPM) Gontor telah sukses mengelola asset-aset wakaf secara produktif.
F.
METODE PENELITIAN
1.
Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian
ini adalah penelitian
lapangan (field research). Adapun pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dipilih atas dasar pertimbangan
bahwa apa yang akan diteliti menyangkut pengungkapan fenomena sosial yang
sangat beragam. Dalam kaitan ini penelitian ini berusaha mengungkapkan
alasan-alasan (reasons) yang tersembunyi di balik tindakan para pelaku sosial,
atau bermuara kepada makna sosial (social meaning) dari suatu fenomena
sosial (Bungin, 2004:29). Obyek penelitian ini adalah Yayasan Muslimin Kota
Pekalongan, dalam hal ini bagaimana Yayasan ini dalam mengelola dan
mengembangkan wakaf produktif.
2.
Teknik Pengumpulan Data
a.
Teknik Observasi
Teknik observasi dilakukan untuk mengamati, mencatat, dan memotret
segala sesuatu yang berkaitan dengan pengelolaan dan pengembangan wakaf di
Yayasan Muslimin kota Pekalongan.
b.
Teknik Wawancara
Teknik wawancara dilakukan secara terbuka untuk menggali berbagai
macam informasi yang berkaitan dengan tema terkait. Wawancara ini dilakukan terhadap
ketua Yayasan,
nazhir,
dan karyawan yang bekerja di Yayasan tersebut.
c.
Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi dilakukan untuk mengungkap data-data yang
tersimpan dalam dokumen, untuk menggali data-data yang tidak dapat diperoleh
melalui observasi dan wawancara, atau untuk melengkapi dan memperkuat data-data
yang diperoleh dari penggunaan teknik observasi dan wawancara. dokumentasi
digunakan untuk mengkaji data-data wakaf
yang ada di Yayasan Muslimin yang berupa buku, brosur, agenda,
sertifikat dan lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan wakaf Yayasan
Muslimin.
3.
Teknik Analisis Data
Data-data yang telah diperoleh akan dianalisis
dengan menggunakan analisis
induktif-deskriptif. Analisis
induktif dilakukan dengan cara mengumpulkan fakta-fakta yang terpisah, kemudian fakta-fakta tersebut
disimpulkan dan diorganisasikan
menjadi sebuah rangkaian fakta yang padu. Analisis deskriptif dilakukan dengan menggambarkan secara lengkap hasil analisis
induktif di atas secara tertulis dengan memperhatikan kaidah bahasa
yang benar dan pilihan kata
yang
mudah difahami (Suyono et al., 2007:11).
DAFTAR
PUSTAKA
Anwar, Syamsul.
Studi Hukum Islam Kontemporer; cet ke-1. Jakarta: RM Books. 2007.
Mubarok, Jaih. Wakaf
Produktif. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 2008.
Muslim. Shahih
Muslim. Mesir: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, t.t. Juz 8.
Pedoman
Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf, DEPAG RI DIREKTORAT JENDERAL BIMBINGAN
MASYARAKAT ISLAM DIREKTORAT PEMBERDAYAAN WAKAF TAHUN, 2006.
S. Praja,
Juhaya. Perwakafan di Indonesia: Sejarah, Pemikiran, Hukum dan
Perkembangannya, Bandung: Yayasan Piara, 1995.
Soemita, Andri.
Bank & Lembaga Keuangan Syariah, cet ke-2. Jakarta: Kencana, 2010.
Zahrah, Abu. Muhadharat
fi al-Waqf. Beirut: Dar al-Fikr al-‘Arabi. 1971.
[1] Syamsul Anwar,
“Studi Hukum Islam Kontemporer”, cet ke-1, (Jakarta: RM Books, 2007 ),
hal. 76
[2] Juhaya S.
Praja, “Perwakafan di Indonesia: Sejarah, Pemikiran, Hukum dan
Perkembangannya”, (Bandung: Yayasan Piara, 1995), hal.6
[4] Lihat KHI
pasal 215 ayat (1)
[12] Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf oleh
DEPAG RI DIREKTORAT JENDERAL BIMBINGAN
MASYARAKAT ISLAM DIREKTORAT PEMBERDAYAAN
WAKAF TAHUN
2006, hal. 105-106.
KABAR BAIK!!!
BalasHapusNama saya Lady Mia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman agar sangat berhati-hati, karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirim dokumen perjanjian palsu kepada Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran di muka, tetapi mereka adalah penipu , karena mereka kemudian akan meminta pembayaran biaya lisensi dan biaya transfer, jadi berhati-hatilah terhadap Perusahaan Pinjaman yang curang itu.
Perusahaan pinjaman yang nyata dan sah, tidak akan menuntut pembayaran konstan dan mereka tidak akan menunda pemrosesan transfer pinjaman, jadi harap bijak.
Beberapa bulan yang lalu saya tegang secara finansial dan putus asa, saya telah ditipu oleh beberapa pemberi pinjaman online, saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan menggunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman yang sangat andal bernama Ms. Cynthia, yang meminjamkan saya pinjaman tanpa jaminan sebesar Rp800,000,000 (800 juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa konstan pembayaran atau tekanan dan tingkat bunga hanya 2%.
Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya terapkan dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.
Karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik jika dia membantu saya dengan pinjaman, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman dengan mudah tanpa stres atau penipuan
Jadi, jika Anda memerlukan pinjaman apa pun, silakan hubungi dia melalui email nyata: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan atas karunia Allah, ia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda mematuhi perintahnya.
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan Sety yang memperkenalkan dan memberi tahu saya tentang Ibu Cynthia, ini emailnya: arissetymin@gmail.com
Yang akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran cicilan pinjaman saya yang akan saya kirim langsung ke rekening perusahaan setiap bulan.
Sepatah kata cukup untuk orang bijak.